JAKARTA, NTBPOS.com - Indonesia mempunyai Sumber Daya Alam (SDM) yang melimpah, di antaranya bahkan menjadi cadangan nikel terbesar di dunia. 27 persen pasar nikel dunia dikuasai Indonesia.
Dengan potensi sangat besar pada nikel, Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan industri berbasis nikel. Harapkan lainnya, Indonesia bisa menjadi negara maju dengan berbasis industri baterai listrik.
nikel dunia, 27 dikuasai Indonesia. Sebab itu, pemerintan melakukan hilirisasi nikel dan Inalum. Tidak lama ini juga, mengajukan Rancanga Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) tentang percepatan penggunaan energi baru dan terbarukan seperti kendaraan berbasis listrik ini.
Baca Juga: Perjuangkan Kesejahteraan Penambang Nikel, HIPMI NTB Dukung APNI
Sikap pemerintah yang merasa optimis Indonesia bisa menjadi raja baterai itu mendapat dukungan anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Mukhtarudin.
Adapun bentuk dukungan yang diberikan adalah pemerintan harus mengacu pada tugas dan fungsi masing-masing institusi.
"Optimisme Presiden Jokowi bahwa Indonesia akan menjadi ‘raja’ baterai kendaraan listrik tentunya harus kita dukung. Kami di legislatif, memberikan dukungan dengan pengajuan RUU EBET. Begitu juga dengan program hilirisasi tambang oleh Presiden Jokowi, kita wajib dukung,” ucap Mukhtarudin, melalui keterangan resminya pada Rabu, 21 Desember 2022.
Baca Juga: RUU Minol Tidak Representatif Judul dengan Isinya, Baleg DPR RI Minta Direvisi
Selain bentuk dukungan regulasi, Mukhtarudin mengatakan, DPR RI memandang visi pemerintah terkait Indonesia menjadi pemain utama dalam hal penyediaan baterai kendaraan listrik juga cukup rasional. Jika dilihat dari aspek ekonomi maupun ketenagakerjaan.
“Karena akan menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi produk-produk tambang tersebut, akan membuka banyak lapangan kerja baru didalam negeri dan yang pasti akan meningkatkan pendapatan negara dari sektor tambang,” katanya.
Meski begitu, ia juga tak menampik ikhwal potensi intervensi dari negara-negara adidaya ketika Indonesia jadi negara yang memiliki SDA tak terbatas dalam konteks ini, yakni bahan baku baterai kendaraan listrik.
Baca Juga: Anggota Komisi I DPR RI Usulkan Uji Kelayakan Calon Panglima TNI
“Ini adalah tantangan besar. Fakta hingga sekarang serta sejarah dunia membuktikan bahwa negara-negara yang kaya SDA seperti terkena ‘kutukan’ kesejahteraan. Liberia, Kongo, dan Madagaskar di Benua Afrika maupun Afganistan dan Nepal di Benua Asia adalah contoh negara-negara yang memiliki kekayaan SDA namun tidak mampu keluar dari status sebagai negara miskin,” paparnya.
Sebaliknya, lanjut Mukhtarudin menjelaskan, negara-negara barat dengan kekuatan SDM dan kapital yang mereka miliki cenderung mampu mengontrol negara miskin-berkembang yang memiliki kekayaan SDA tersebut.
Ia juga menyoroti keseriusan pemerintah dalam mengelola hilirisasi sektor tambang. Dengan adanya keseriusan ini, kata dia, hilirisasi sektor tambang menjadi semacam tonggak sejarah di mana hal yang dulu dianggap mustahil untuk dilakukan kini hal itu terwujudkan.
Artikel Terkait
Didepan Pemimpin G20, Presiden Jokowi Sebut Indonesia Sebagai Negara Maritim
Presiden Jokowi Berjanji Berikan Bantuan Uang Kepada Korban Gema di Cianjur untuk Renovasi Rumah
Profil Laksamana Yudo Margono yang Diajukan Presiden Pengganti Panglima TNI
Kondisi Perekonomian Global 2023 Diwanti-wanti Presiden Jokowi
Presiden Jokowi Ingatkan Tiga Komponen SDM Tugas Guru